PHINISIMEDIA.COM, MAKASSAR – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya merespons paket 17+8 Tuntutan Rakyat dengan langkah konkret.
Yakni adanya pemangkasan fasilitas, penghentian tunjangan, hingga moratorium perjalanan dinas luar negeri. Namun, publik belum sepenuhnya puas.
Terbaru, sorotan tajam beralih ke pemerintah, TNI, dan Polri, tiga institusi yang juga diminta melakukan reformasi menyeluruh.
Pengumuman resmi disampaikan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pada Jumat (5/9/2025), sehari setelah rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan seluruh fraksi.
Dalam keterangannya, Dasco menyebut enam poin keputusan, termasuk penghentian tunjangan perumahan dan pemangkasan tunjangan komunikasi, transportasi.
Tak hanya itu, larangan kunjungan luar negeri non-kenegaraan mulai 1 September 2025.
“Keputusan ini bukan hanya administratif. Ini bentuk komitmen kami merespons keresahan publik,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Langkah DPR ini dinilai sebagai respons simbolik yang cukup kuat di tengah krisis legitimasi lembaga negara.
Namun, sejumlah pihak menilai respons ini hanyalah “pintu awal” dari gerakan reformasi yang lebih luas.
Pakar: Tanggung Jawab Tidak Bisa Hanya di Pundak DPR
Pakar ilmu politik sekaligus Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Hairunnas, menyebut bahwa langkah DPR patut diapresiasi, namun implementasi tetap menjadi kunci utama.
Ia mengingatkan bahwa reformasi sejati tidak cukup hanya dilakukan satu cabang kekuasaan.
“DPR sudah bergerak, tapi trias politika tidak bisa timpang. Eksekutif harus ikut mengambil tanggung jawab. Presiden, kementerian, bahkan aparat penegak hukum wajib menunjukkan keseriusan mereka,” kata Hairunnas dalam siaran pers, Sabtu (6/9/2025).
Menurutnya, publik saat ini menanti langkah konkret dari Presiden Prabowo Subianto, terutama terkait tuntutan yang menyasar kementerian ekonomi, reformasi kepolisian, dan peran militer dalam kehidupan sipil.
Tanpa koordinasi yang menyeluruh, respons DPR bisa dianggap sebagai simbol tanpa substansi.
17+8 Tuntutan Rakyat: Apa Saja yang Masih Menunggu Jawaban?
Paket 17+8 Tuntutan Rakyat yang disampaikan aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil pada akhir Agustus lalu mencakup sejumlah isu krusial, mulai dari:
- Penghentian kenaikan gaji pejabat publik
- Transparansi anggaran dan kekayaan pejabat
- Reformasi Kepolisian dan TNI
- Penghentian kriminalisasi aktivis
- Reformasi ekonomi dan redistribusi kekayaan
Sementara DPR telah merespons poin-poin yang menjadi ranah legislatif, banyak bagian dari tuntutan tersebut berada di tangan pemerintah, aparat penegak hukum, dan lembaga negara lainnya.
Publik Apresiasi, Tapi Tetap Awasi
Sejumlah mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil menyambut baik langkah DPR, namun mereka menegaskan bahwa ini belum cukup.
Menurut mereka, gerakan rakyat bukan untuk mendapatkan “gestur politik”, melainkan perubahan sistemik.
“Kami tidak sedang menagih kebaikan hati elite politik, kami sedang menagih tanggung jawab konstitusional mereka,” ujar Ketua BEM Nusantara, Farhan Maulana.
Ia menambahkan bahwa mahasiswa akan terus melakukan pemantauan dan mengawal proses implementasi, baik di parlemen maupun di pemerintahan.
Langkah Selanjutnya: Konsolidasi atau Simbolisme Belaka?
Pengamat politik menilai, pertemuan antara mahasiswa, DPR, dan Presiden Prabowo Subianto yang digelar pekan ini bisa menjadi titik balik dalam membangun konsolidasi demokrasi baru.
Namun, langkah tersebut hanya akan berarti jika diikuti oleh perubahan nyata di lapangan.
“Kalau simbol tidak diterjemahkan ke kebijakan, simpati bisa berubah jadi sinisme,” tutup Hairunnas.
Dengan tenggat moral dari publik yang semakin dekat, kini giliran pemerintah menunjukkan bahwa mereka bukan sekadar pengamat dari balik jendela kekuasaan.
Comment